Ikhwanul Muslimin Apa Ikhwan Wahabbi?
Ikhwanul Muslimin berdiri di kota Ismailiyah, Mesir pada Maret 1928 oleh Hassan al-Banna, bersama keenam tokoh lainnya, yaitu Hafiz Abdul Hamid, Ahmad al-Khusairi, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail Izz dan Zaki al-Maghribi.
Pada awalnya, organisasi ini merupakan gerakan dakwah yang berlandaskan ajaran Islam. Ia merupakan salah satu jamaah dari beberapa jamaah pada umat Islam, yang memandang Islam adalah agama universal dan menyeluruh, bukan hanya sekedar agama yang mengurusi ibadah ritual (salat, puasa, haji, zakat, dll) saja.
Tujuan Ikhwanul Muslimin mewujudkan terbentuknya sosok individu muslim, rumah tangga Islami, bangsa Islami, pemerintahan Islami, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan negara mereka yang terampas, membawa bendera jihad dan da’wah kepada Allah sehingga dunia mendapat kedamaian.
Ikhwanul Muslimin menolak segala bentuk penjajahan dan monarki yang pro-Barat. Dalam perpolitikan, mereka ikut serta dalam proses demokrasi sebagai sarana perjuangannya, sebagaimana kelompok lain yang mengakui demokrasi. Contoh utamanya adalah Ikhwanul Muslimin di Mesir yang memiliki partai.
Pada 24 September1930, Anggaran Dasar Ikhwanul Muslimin disahkan dalam Rapat Umum Ikhwanul Muslimin. Pada 1932, struktur administrasi Ikhwanul Muslimin disusun dan pada tahun itu pula, Ikhwanul Muslimin membuka cabang di Suez, Abu Soweir dan al-Mahmoudiya.
Pada 1933, Ikhwanul Muslimin menerbitkan majalah mingguan yang dipimpin oleh Muhibuddin Khatib. Kemudian pada 1934, Ikhwanul Muslimin membentuk divisi Persaudaraan Muslimah, ditujukan bagi wanita yang ingin bergabung. Walaupun begitu, pada 1941 gerakan Ikhwanul Muslimin masih beranggotakan 100 orang, hasil seleksi dari Hassan al-Banna.
Pada tahun 1948, Ikhwanul Muslimin turut serta dalam perang melawan Israel di Palestina. Saat organisasi ini sedang berkembang pesat, Ikhwanul Muslimin justru dibekukan oleh Muhammad Fahmi Naqrasyi, Perdana Menteri Mesir.
Berita penculikan Naqrasyi di media massa tak lama setelah pembekuan Ikhwanul Muslimin membuat semua orang curiga pada gerakan Ikhwanul Muslimin. Lalu secara misterius, pendiri Ikhwanul Muslimin, Hassan al-Banna dibunuh pada 12 Februari 1949.
Kemudian pada 1950, pemerintah Mesir merehabilitasi Ikhwanul Muslimin. Pada saat itu, parlemen Mesir dipimpin Mustafa an-Nuhas Pasha. Parlemen Mesir menganggap bahwa pembekuan Ikhwanul Muslimin tidak sah dan inkonstitusional. Pada saat itu, Ikhwanul Muslimin dipimpin oleh Hasan al-Hudhaibi.
Kemudian, pada 23 Juli 1952, Mesir di bawah pimpinan Muhammad Najib mengajak Ikhwanul Muslimin menggulingkan kekuasaan monarki Raja Faruk pada Revolusi Juli. Tapi, Ikhwanul Muslimin menolak rencana ini karena tujuan Revolusi Juli adalah untuk membentuk Republik Mesir yang dikuasai militer.
Karena hal ini, Jamal Abdul Nasir menganggap gerakan Ikhwanul Muslimin menolak mandat revolusi. Sejak saat itu, Ikhwanul Muslimin kembali dibenci pemerintah. Ketika Anwar Sadat berkuasa, anggota Ikhwanul Muslimin yang dipenjara mulai dilepaskan.
Menggantikan Hudhaibi yang meninggal pada 1973, Umar Tilmisani memimpin Ikhwanul Muslimin. Umar Tilmisani menempuh jalan moderat dengan tidak bermusuhan dengan penguasa. Rezim Hosni Mubarak saat itu juga menekan Ikhwanul Muslimin, yang diberi kesempatan menduduki posisi sebagai oposisi di Parlemen.
Menolak Al-Qaeda
Di berbagai media khususnya media negara-negara Barat, Ikhwanul Muslimin sering dikaitkan dengan Al-Qaeda. Padahal faktanya, Ikhwanul Muslimin berbeda jauh dari Al-Qaeda. Ideologi, sarana, dan aksi yang dilakukan Al-Qaeda secara tegas ditolak oleh pimpinan Ikhwanul Muslimin.
Ikhwanul Muslimin lebih mendukung ide perubahan dan reformasi melalui jalan damai dan dialog konstruktif bersandarkan pada al-hujjah (alasan), al-mantiq (logika), al-bayyinah (jelas), dan ad-dalil (dalil).
Kekerasan bukan jalan perjuangan Ikhwanul Muslimin, kecuali jika negara tempat Ikhwanul Muslimin berada, terancam penjajahan dari bangsa lain. Inipun dalam konteks perlawanan, bukan radikalisme atau kekerasan sebagaimana yang dilakukan kelompok teroris.
Sebagai contoh, Hamas merupakan perpanjangan tangan Ikhwanul Muslimin di Palestina. Syekh Ahmad Yassin pendiri Hamas adalah tokoh Ikhwanul Muslimin.
Hamas dan Ikhwanul Muslimin mengutuk segala bentuk kriminalitas terorisme di seluruh belahan bumi di dunia Arab dan Islam, sebagaimana di belahan negara lainnya di dunia, seperti di New York dan Washington DC pada 11 September 2001.
Organisasi ini juga mengecam anarkisme di Riyadh, Bali, Madrid dan lainnya Dengan tegas mereka menilai tindakan-tindakan kriminalitas seperti itu sama sekali tidak didukung oleh Syariat, Agama, dan Undang-undang manapun.
Namun di media, Ikhwanul Muslimin sering dikait-kaitkan dengan gerakan Wahabi yang menjadi ideologi teroris salafi-radikal seperti Al-Qaeda. Pada faktanya, organisasi ini berbeda dari Wahabi, meski kebetulan memiliki nama sama.
Ya, dalam sejarah salafi-Wahabi di Arab Saudi, mereka pernah memiliki pasukan tempur bernama Al-Ikhwan, sama persis dengan Al-Ikhwan di Mesir.
Seorang penulis bernama Robert Lacey dalam catatan kaki bukunya yang berjudul "Kerajaan Pertrodolar Saudi Arabia" di halaman 180 sudah mewanti-wanti bahwa kelompok Al-Ikhwan dari Najd ini tidak ada kaitannya dan tak boleh dicampuradukkan dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dibentuk di Mesir pada 1930-an dan masih aktif sampai saat ini.
Secara pemikiran pun antara Ikhwanul Muslimin dengan Wahabi saling bertolak belakang. Ikhwanul Muslimin masuk ke dalam wilayah politik dalam perjuangannya (bahkan membentuk partai politik), sedangkan Wahabi sebaliknya, yaitu antipati terhadap partai politik.***

0 pendapat:
Post a Comment