Artefak negeri tiga kereta
“Hayabusa..!” Mamoru, bocah
berusia 10 tahun, berteriak girang menyebut miniatur kereta shinkansen seri E-5
yang melaju melingkar-lingkar di dalam diorama jaringan kereta api Tokyo seluas
8 x 6 meter persegi.
Mamoru adalah satu dari sekian
banyak anak-anak Jepang yang mengunjungi aula Railway Museum hari itu, 21
Februari. Matanya berbinar-binar memperhatikan shinkansen-shinkansen kecil yang
meluncur di diorama berskala 1:80 tersebut.
Railway Museum didirikan East
Japan Railway Culture Foundation pada 2007 di kota Omiya, prefektur Saitama.
Museum ini dibangun oleh pemerintah Jepang dan perusahaan kereta tersebut,
menyedot dana sebesar 12,5 miliar yen (sekitar Rp1,2 triliun).
Museum ini merupakan salah satu
pengganti Tokyo Transportation Museum, yang semula menjadi tempat tujuan utama
wisatawan museum kereta di Jepang. Setelah museum tersebut ditutup, sebagian
koleksinya dipindah ke museum Saitama.
Sebanyak 30 gerbong penumpang,
lokomotif, dan kompartemen kereta terdapat di dalam museum seluas 42.500 meter
persegi (m2) tersebut. Ruang pamerannya sendiri mencapai 9.500 m2.
Setiap hari, museum yang
terintegrasi dengan stasiun Tetsudo Hakubutsukan ini dikunjungi 3.000
pengunjung per hari, menunjukkan tingginya antusiasme warga Jepang menikmati
artefak kejayaan industri kereta di negeri mereka.
“Pada hari libur, pengunjung
museum bisa mencapai 5.000 orang per hari,” tutur Fumihiro Araki, Deputy
Director Railway Museum, yang hari itu memandu para peserta Japan East Asia
Network of Exchange for Students and Youths dari Indonesia.
Antusiasme tersebut bersambut
dengan fasilitas museum yang sangat lengkap, mulai dari diorama, kafe,
tokosuvenir dan buku perkereta-apian, arena video, aula multi-fungsi, balkon,
arena bermain anak-anak, hingga pusat riset.
Semuanya tersebar di tiga zona
berbeda, yakni zona masuk, zona sejarah, dan zona pembelajaran.
Di zona sejarah, kita bisa
menyaksikan lokomotif tertua di Jepang, yakni loko uap No. 1 (Class 150, asal
Inggris) yang beroperasi di pulau Honshu dan loko uap Benkei (jenis
Class 7100, asal Amerika Serikat) yang dioperasikan di pulau Hokkaido.
“Jepang mengambil teknologi
jaringan kereta dari Inggris dan Amerika Serikat untuk pulau yang berbeda. Ada
juga kereta berteknologi Jerman yang dipakai di pulau Kyushu,” tutur Fumihiro.
Ya, sejarah perkereta-apian
Jepang memang berhulu dari tiga negara, yang masing-masing memiliki teknologi
kereta uap sendiri-sendiri. Loko No.1 merupakan produksi Inggris, loko Benkei
produksi Amerika Serikat, dan loko Class 4 produksi Jerman.
Berawal dari tiga teknologi kereta
itu, Jepang beberapa dasawarsa kemudian membangun kereta listrik sendiri hingga berhasil melahirkan kereta supercepat terkenal di dunia, yakni
shinkansen. Kereta ini kini menjadi ikon kemajuan transportasi Jepang.
Di museum ini, anda bisa menemukan
lokomotif shinkansen pertama yakni Tokaido, yang diluncurkan pada April 1959.
Pengunjung bisa ikut merasakan eforia kemeriahan peluncuran itu melalui video,
hingga koleksi memorabilia komik, banner iklan, pena, dan berbagai merchandise
bertema shinkansen saat itu.
Simulasi Masinis
Setelah puas menikmati sejarah
perkembangan kereta di Jepang, pengunjung bisa mencicipi pengalaman dengan
mencoba fasilitas simulator mengemudikan kereta di museum ini.
Fasilitas simulator ini terletak di zona masuk, sama dengan
diorama jaringan kereta Tokyo. Di sini, kita bisa mencoba langsung tugas
seorang masinis, mulai dari masinis kereta uap, kereta listrik, hingga
shinkansen!
Hanya saja, pengunjung harus
melakukan pemesanan jauh-jauh hari, mengingat tingginya permintaan masyarakat
atas fasilitas ini. Kita akan dikenakan biaya ekstra 500 yen, sekitar Rp50.000.
Wawasan perkeretaapian anda pun
dipastikan bertambah, jika serius mengikuti program di zona pembelajaran. Di
situ terdapat pameran laboratorium bagan kereta dan pameran prinsip dan
mekanisme kerja kereta Jepang.
Yang tak kalah uniknya, kita bisa
melihat demonstrasi sistem ‘pemarkiran’ loko, dengan menggunakan jembatan
berputar, yang tersambung dengan beberapa rel kereta yang menghubungkan antara
‘kandang’ loko dengan jalur keluar menuju rel utama.
Jika bermaksud mengunjungi salah satu museum utama
Tokyo ini, anda bisa menumpang armada Saitama Shintoshi Kotsu, dari stasiun
Omiya menuju perhentian pertama di stasiun Tetsudo Hakubutsukan. Dari situ,
kita cukup jalan beberapa meter menuju pintu masuk.
Khusus bagi pengunjung Indonesia, koleksi kereta di museum ini mau tidak mau membuat kita agak tersipu, karena beberapa gerbong penumpang kereta listrik (KRL) yang dipamerkan mirip dengan gerbong yang sekarang masih melintasi Jabodetabek.
0 pendapat:
Post a Comment