Sunday, May 01, 2011

Turbulensi mengiringi IPO Garuda

Menanggapi penawaran saham perdana (initial public offering/ IPO) PT Garuda Indonesia Tbk, pasar terbelah. Sebagian analis menilai harga saham Garuda terlalu murah berdasarkan rasio harga terhadap laba per saham (price to earning ratio/ PER).

Sebaliknya mereka yang curiga menilai saham BUMN tersebut diobral, berdasarkan valuasi rasio nilai perusahaan (earning value/ EV) terhadap laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (earning before interest, tax, depreciation, and amortization/ EBITDA).

Di balik polemik tersebut, satu hal mempersatukan mereka yakni situasi pasar yang—meminjam istilah para pramugari Garuda—sedang mengalami turbulensi. Tengok saja koreksi indeks yang pernah menjadi terdalam se-Asia pada awal Januari sebesar 2,81% pada 7 Januari.

Apa dampaknya terhadap IPO Garuda? Sangat pasti berpotensi menekan harga mereka. Dua emiten pendatang baru tahun ini telah menjadi korbannya yakni PT Martina Berto Tbk dan PT Megapolitan Development Tbk.

Di dalam kondisi tersebut, saham berfundamental sebagus apapun berpotensi tertekan, meski kemudian melambung kembali. Di titik inilah persoalan valuasi dan ekspektasi atas saham dan kinerja Garuda menjadi perdebatan yang tercerabut dari realitas.

Seoptimistis apapun penjamin emisi dan para analis yang menilai saham Garuda murah, mereka tidak bisa menafikan fakta bahwa pasar sedang melemah, dan ini bisa berdampak tidak menyenangkan bagi saham perdana Garuda.

Sebaliknya, kalangan yang pesemistis tak bisa menafikan hukum tegangan biner pasar. Ketika saham anjlok akibat herd instinct para investor, sebagian investor kontrarian ‘mazhab’ Warren Buffet justru rakus berburu saham untuk jangka menengah, yang justru menciptakan permintaan saham perdana Garuda.

Ekonom dan fungsionaris Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad H. Wibowo jauh-jauh hari telah mengingatkan kondisi tersebut. Menurut dia, pemodal global sedang mengetes pasar bursa pada Januari dan melakukan aksi ambil untung.

“Untuk itu, kementerian BUMN perlu menstabilkan pasar melalui Jamsostek dan perusahaan pelat merah lainnya. Jika tidak, akan ada efek domino terhadap IPO BUMN selanjutnya. Sedalam apa, ini yang kita belum ketahui,” ujarnya belum lama ini.

Namun, kementerian saat itu memilih memberi jalan bagi Garuda IPO pada Februari, hingga kesan terburu-buru mengemuka. Publik tentu belum lupa paparan publik yang terkatung-katung menunggu pernyataan pra efektif, hingga prospektus a la kadar yang terbit di harian sore.

Dalam beberapa kesempatan, Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan (PKP) Sektor Jasa Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) M. Noor Rachman memilih tidak berkomentar menanggapi proses IPO BUMN penerbangan tersebut.

Namun, sumber Bisnis menyebutkan tepat pada hari ketika paparan publik berlangsung, otoritas pasar modal belum mendapat Peraturan Pemerintah (PP) dari Presiden yang meloloskan IPO Garuda.

“Bapepam-LK bersikeras syarat pra efektif belum lengkap, karena PP dari presiden hari itu belum juga turun. Jika asal memberi izin, otoritas pasar modal yang nanti bisa ‘digantung’ jika dipersoalkan kemudian hari,” tuturnya.

Dengan keterburu-buruan tersebut, Menneg BUMN akhirnya memilih memangkas jumlah saham yang dilepas dan kembali ke investor domestik. Nasib IPO Garuda kini bergantung pada strategi yang menurut Mustafa telah disiapkan untuk menghadapi turbulensi kali ini, dan masih dirahasiakan.

Subscribe to: Post Comments (Atom)