Thursday, September 01, 2011

Gelagapan diterjang petualang berdasi

Tak putus dirundung malang, itulah ungkapan yang paling tepat menggambarkan isi hati sebagian kecil investor. Di tengah derasnya laju kenaikan saham-saham unggulan, mereka justru kebingungan mengurus nasib dana mereka di bursa.

Mereka bukan termasuk di jajaran investor yang beruntung menikmati kenaikan saham unggulan, tidak pula termasuk pemodal yang panen saham perdana PT Krakatau Steel Tbk, melalui aksi jual lewat PT Bahana Secuities dan menangguk gain 40% dalam sehari.

Dua tahun sudah mereka menyusuri proses hukum berliku, sejak Direktur Utama PT Optima Kharya Capital Securities Harjono Kesuma gagal mempertanggungjawabkan dana investasi mereka, namun keadilan tak juga mereka dapatkan.

“Kami mengadu ke PT Bursa Efek Indonesia, ke Bapepam-LK [Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan], bahkan hingga menuntut Harjono ke kepolisian, tapi sampai sekarang nasib dana kami tidak jelas,” tutur seorang investor yang menolak dibuka identitasnya.

Lebih ironis lagi, lanjutnya, Harjono yang menjadi tersangka utama skandal senilai Rp700 miliar itu dikabarkan berada Singapura dan bisa keluar-masuk Indonesia seperti tidak penah ada cekal.

Padahal, Mabes Polri telah meminta Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencekal Harjono Kesuma sejak Februari lalu. Melalui surat bernomor R/186/Dit-II/II/2010/Bareskrim, Harjono wajib menghadap untuk diperiksa sebagai tersangka.

Setelah melalui pemeriksaan di kepolisian selama setahun, investor korban Optima Securities menghadapi kenyataan kasus mereka diping-pong. Sempat mondok di satuan IV/cyber crime (kejahatan dunia maya) Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri), berkas mereka kini terpental ke delik korupsi.

“Kepolisian mengoper berkas kami dari dugaan penggelapan, lalu ditangani divisi kejahatan dunia maya, dan kini kasus tersebut dimasukkan ke dalam delik korupsi. Saya benar-benar tidak habis pikir,” ujar salah satu korban yang adalah pengusaha swasta.

Selain tiga investor individu besar, korban lain grup Optima adalah perusahaan asuransi tertua nasional AJB Bumiputera, PT Kereta Api Indonesia, Yayasan Kesejahteraan BRI, RRI, dan PT Jakarta Properti.

Kerisauan sebagian investor bursa ini menjadi potret yang tidak bisa dinafikan di tengah gegap-gempita pasar modal. Skandal PT Sarijaya Permana Sekuritas menjadi jurisprudensi bahwa kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) tidak cukup menghadapi sofistikasi pelanggaran dunia pasar modal.

Masih hangat di benak kita, ketika Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memvonis Herman Ramli, pelaku penggelapan dana nasabah Sarijaya, dengan hukuman 26 bulan. Hukuman ini tak ada artinya dibandingkan dengan kerugian publik yang ditimbulkan senilai hampir seperempat triliun.

Fakta ini mengisyaratkan sebesar apapun kerugian yang ditimbulkan, ‘Herman Ramli’ lain akan menghadapi sanksi relatif sama sehingga lebih enak pasang badan ke penjara, karena bisa menikmati uang haram yang telah dikumpulkan selepasnya tanpa repot mengganti dana nasabah.

Masa lalu
Kasus-kasus pasar modal yang mencuat pada 2010 tidak lain adalah efek anjloknya bursa Indonesia akibat krisis global pada 2008. Saat itu, banyak ‘bandar’ yang bertaruh besar-besaran di saham-saham ‘panas’ macam PT Agis Tbk dan Bakrie-7.

Ketika pasar terkoreksi, spekulasi saham yang dibangun di atas angan-angan tak rasional pun runtuh. Manajer investasi yang bermodal janji dengan memanfaatkan eforia lonjakan bursa 2007 juga gelagapan melihat portofolio saham dan obligasi mereka menyusut drastis.

Lalu, satu-demi satu terkuaklah permainan manajer investasi macam Optima Securities, PT Antaboga Deltasekuritas Indonesia, PT Signature Capital (semula PT Kuo Capital Raharja), PT Optima Kharya Capital Management, PT Eurocapital Peregrine Securities, dan PT Harvestindo Asset Management.

Beberapa di antarnya berujung pada pencabutan izin sebagai titik akhir penyelesaian, seperti yang menimpa Antaboga, menyusul penggelapan dana nasabah PT Bank Mutiara Tbk (PT Bank Century Tbk) senilai Rp6 triliun.

Izin Antaboga yang dicabut meliputi izin usaha sebagai manajer investasi dan perantara pedagang efek. Dua izin yang dipakai Antaboga untuk kongkalikong dengan Bank Century membentuk investasi macam kontrak pengelolaan dana (KPD/ discretionary fund), dengan janji bunga irasional yang akhirnya gagal bayar.

Eurocapital, yang tersangkut kasus penjualan aset sepihak, juga baru dicabut izinnya pada Juni 2010. Kasus sekuritas-manajer investasi yang mulai terekspos pada Januari 2009 itu berujung pada pecahnya manajemen perusahaan, antara Rudy Wirawan Rusli selaku Komisaris Utama dengan Jodi Haryanto sebagai Direktur Utama, yang akhirnya saling menuntut.

Kasus Optima juga berujung pada berselisihnya manajemen grup, antara Harjono Kesuma selaku Dirut Optima Securities versus Antonius Siahaan sebagai Dirut PT Optima Kharya Capital Management. Sampai ini, suspensi yang dijatuhkan pada Oktober 2009 belum dicabut.

Namun, beberapa nasabah Optima yang sempat mengadu ke Bapepam-LK justru menuntut otoritas pasar modal turut bertanggung jawab karena baik manajer investasi dan sekuritas berada di bawah pengawasan dan audit pemerintah setiap detiknya.

“Penggelapan dana dan kesalahan itu seharusnya diketahui Bapepam-LK,” ujar seorang investor yang datang ke Bapepam-LK beberapa waktu lalu.

Kasus di Harvestindo Asset Management juga menjadi sorotan sejak reksa dana mereka tersendat. Investasi reksa dananya di surat utang beberapa usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) macet karena pengusaha kecil itu terpukul krisis dunia. Direksi dan manajemen Harvestindo terkena sanksi, tetapi perusahaan lolos karena sudah melakukan tindakan tepat.

Di luar bisnis manajemen investasi, kasus di bidang broker saham juga marak. BEI tercatat menjatuhkan sanksi peringatan tertulis kepada empat anggota bursa (AB) pada tahun ini karena melanggar peraturan margin dan short selling itu.

Keempat AB itu adalah PT Panca Global Securities Tbk, PT Asjaya Indosurya Securities, PT Batavia Prosperindo Sekuritas, dan PT HD Capital Securities Tbk. Sanksi tegas berupa teguran juga diberikan BEI kepada 15 AB lain, dari total 60 sekuritas yang mengantongi izin memberikan fasilitas margin dan short selling kepada nasabah.

Mafhum akan realitas tersebut, BEI berupaya meningkatkan pencegahan dan pengawasan dengan membangun sistem monitor kesesuaian dana nasabah perusahaan sekuritas dengan data PT Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI). Mereka juga membuat single investor identity (SID) yang ditargetkan tuntas pada 2011.

Sistem ini direncanakan terintergasi dengan kartu acuan kepemilikan sekuritas (Akses) yang menjadi hak nasabah sekuritas. Mirip kartu automatic teller machine (ATM) di bank, sistem ini memungkinkan nasabah mengecek posisi saldo dan aset mereka di perusahaan efek.

Di sisi lain, Bapepam-LK juga bertekad memasukkan klausul pasal sita dan denda lebih besar terhadap pelaku pelanggaran pasar modal, ke dalam revisi UU Pasar Modal Nomor 8/1995. Mereka juga meminta kewenangan lintas-batas lebih besar di UU yang baru, agar bisa mengusut pelanggaran di dunia pasar modal secepat dan seefisien otoritas pasar modal negara maju.

Tahun depan, revisi UU pasar modal diajukan ke DPR, dan pada akhirnya kita berharap proses politik yang berjalan pada akhirnya memungkinkan bangsa ini memiliki otoritas pasar modal yang cukup bergigi untuk menghajar para advonturir berdasi di bursa negeri ini.

Subscribe to: Post Comments (Atom)