Nafsu ekspansi transaksi di era efisiensi
Manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengkaji kemungkinan memajukan pembukaan jam transaksi bursa dari pukul 09.30 menjadi 09.00, untuk mendongkrak volume transaksi bursa tahun ini.
Lontaran itu dikemukakan Direktur Utama BEI Ito Warsito di sela-sela pembukaan perdana bursa 2011 yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin. Dia belum menjelaskan rincian rencana itu, namun memastikan ditujukan untuk mengakomodir masukan Presiden.
“Jam transaksi akan kami ajukan dari sebelumnya, sehingga diharapkan volume perdagangan bisa naik. Ini sejalan dengan yang Bapak Presiden rekomendasikan,” tutur Ito, kemarin.
Ingatan pun membawa kita pada kritikan Presiden SBY dalam sidang Paripurna tahun lalu ketika menilai hari libur bursa periode 2010, selama 6 hari untuk memperingati Lebaran, dinilai terlalu lama dan tidak pro pada pelayanan publik.
Kritik itu sebenarnya agak ganjil karena libur Lebaran 2010 sama persis dengan 2009 yakni 6 hari (18-23 September 2009) dan kala itu SBY tidak mempersoalkan. Namun, Ito memposisikan diri secara tepat dengan menindaklanjuti kritik Presiden. Pendinian jam buka transaksi saham dijajaki guna memperpanjang waktu transaksi harian.
Saat ini, bursa saham dibuka pada pukul 09.30 dan ditutup pada pukul 16.00. Dikurangi istirahat selama 1,5 jam dari pukul 12.00-13.30, total waktu perdagangan di bursa tiap harinya adalah 5 jam.
Jika diajukan setengah jam, pelaku pasar terutama pialang saham harus membuka transaksi berbarengan dengan bursa Hongkong pada pukul 09.00. Usulan Ito tersebut disambut positif Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Namun ada juga pelaku pasar yang menilai sebaliknya. Upaya ekspansi waktu transaksi bursa perlu betul-betul dikaji terutama terkait dengan efektivitasnya dalam menggenjot volume transaksi, di tengah dunia yang kian efisien seperti sekarang.
Seorang pelaku pasar menilai volume transaksi bursa tidak bisa digenjot sesederhana mengulur waktu transaksi. Alasannya, volume transaksi jauh lebih berkorelasi erat dengan jumlah investor (selaku penyuplai dana transaksi) dan ketersediaan saham likuid (sebagai sarana perdagangan), dibandingkan dengan ‘lamanya buka lapak’.
“Apalagi, transaksi bursa sekarang banyak dilakukan secara online sehingga order bisa dieksekusi dalam sekian detik untuk berlot-lot saham. Aktivitas transaksi sekarang dalam sehari jauh lebih efektif dari masa lalu,” ujarnya.
Argumen ini terbukti dari tren perkembangan bursa. Pada 2010, BEI mencatat rata-rata nilai transaksi harian saham mencapai Rp4,8 triliun, atau naik 18,74% dari rata-rata transaksi 2009 senilai Rp4,05 triliun. Padahal, waktu transaksi tetap sama, yakni 5 jam per hari.
Sluggish hours
Lalu, akankah wacana memperpanjang waktu transaksi serta-merta bisa menambah volume transaksi bursa? Jawabannya mungkin sama seperti menjawab; ‘akankah jumlah investor bertambah jika jam bursa diperpanjang’.
Ini sebuah bentuk falasi cara berpikir yang lazim disebut non causa pro causa, yakni sesuatu dianggap sebagai sebab dari sebuah akibat. Padahal kedua kejadian tersebut tidak berkorelasi positif maupun negatif secara langsung.
Mungkin kita perlu menengok kondisi bursa Malaysia, yang periode transaksinya baru ditutup pukul 17.00, atau sejam lebih lama dibandingkan dengan bursa kita dan mayoritas bursa kawasan.
Kebijakan yang diharapkan memicu frekuensi dan nilai transaksi lebih tinggi itu justru menjadi bumerang karena membuat karyawan perusahaan sekuritas negeri jiran ini harus bekerja ekstra, di tengah permintaan transaksi yang nyaris nol di jam-jam terakhir perdagangan (sluggish hours).
Sama seperti bursa pada umumnya, aktivitas perdagangan baru bergeliat di menit-menit terakhir penutupan, sehingga menciptakan kontradiksi dibandingkan dengan lamanya para pekerja sekuritas menikmati waktu kosong.
Apalagi di tengah era komputer, transaksi bisa melonjak signifikan hanya sekian detik, dan tak lagi berkorelasi positif dengan lamanya periode transaksi. Itulah mengapa asosiasi broker saham Malaysia justru meminta jam transaksi harian bursa diperpendek
Kita juga tidak boleh melupakan faktor infrastruktur JATS next-G yang mampu mendongkrak kapasitas transaksi harian dua kali lipat menjadi sejuta order dan 500.000 transaksi per hari, meski waktu transaksi tetap sama.
Tentu saja, kajian yang dilakukan akan menyentuh semua aspek dan menjawab pertanyaan skeptis seputar wacana itu. Namun apapun hasilnya, BEI sebaiknya tidak berpaling dari cara utama mendongkrak volume transaksi, yakni menambah suplai saham likuid dan jumlah investor berkualitas.***
0 pendapat:
Post a Comment