Prahara mengiringi IPO Bumi Minerals
Bukan grup Bakrie namanya jika gerak-gerik anak-anak usahanya tidak menjadi bahan perbincangan dan polemik yang hangat di bursa.
Selepas memfinalisasi tukar-guling saham Vallar dengan grup konglomerasi milik keluarga Rotshchild, penyokong pendirian negara Israel, grup Bakrie nekad mencatatkan saham PT Bumi Resources Minerals Tbk ke bursa di tengah gugatan Pukuafu.
Namun ini kali, bukan grup Bakrie yang menyulut cerita. Semua bermula dari Newmont Mining Corporation, emiten berbasis Denver Amerika Serikat (AS) yang meneken kontrak karya dengan pemerintah Indonesia pada 2 Desember 1986.
Perusahaan pendulang emas tersebut mengantongi izin mengekploitasi emas dan mineral di kompleks penambangan Batu Hijau, Sumbawa melalui anak usahanya PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).
Dalam pasal 24 ayat 30, mereka menyatakan siap mendivestasi sahamnya di NNT kepada pemerintah Indonesia yang memiliki hak ditawari lebih dulu. Jika pemerintah menolak, maka mitranya yakni PT Pukuafu Indah memiliki hak membeli saham tersebut selama 30 hari setelah penawaran.
Newmont melepas sahamnya sebesar 3% pada 2006 dan berturut-turut sebesar 7% pada 2007-2010. Dari proses pelepasan 31% saham tersebut, Pukuafu merasa tidak mendapat kesempatan menawar.
Karena itu, perusahaan milik Jusuf Merukh tersebut menggugat PT Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining Corporation dengan tuduhan melakukan perbuatan melawan hukum, dan menuntut penyerahan 31% saham hak divestasi.
Putusan pengadilan negeri Jakarta Selatan memutuskan Newmont selaku tergugat harus menyerahkan saham divestasi kepada Pukuafu. Jika putusan ini dipatuhi, konsekuensinya akan sangat serius terhadap Bumi Minerals.
Jika anak usaha PT Bumi Resources Tbk tersebut kehilangan kepemilikan di Newmont secara paksa, mereka akan kehilangan potensi dividen dari perusahaan tersebut yang nilainya tahun ini ditaksir mencapai US$224 juta (Rp2 triliun).
Maklum saja, pada semester pertama tahun ini arus kas mereka berasal dari dividen Newmont yang nilainya mencapai Rp820 miliar. Perseroan saat ini belum menghasilkan pendapatan dari kegiatan operasional.
Danatama selaku penjamin emisi bersama PT Nomura Securities juga telah mengakui risiko tersebut, dengan menyinggungnya dalam prospektus. “Divestasi saham NNT yang telah dan mungkin akan terus dilakukan di masa depan berpotensi menimbulkan sengketa,” demikian tertulis dalam dokumen prospektus.
Optimistis
Menanggapi kisruh tersebut, manajemen Bumi Minerals dan PT Danatama Makmur menanggapi dingin. Mereka kompak tidak akan mengundur jadwal pencatatan perdana, mengingat proses IPO telah memasuki periode final dan mengantongi izin efektif.
Investor Relation PT Bumi Resources Mineral Tbk Herwin Hidayat mengatakan gugatan Pukuafu tersebut belum memiliki ketetapan hukum final, dan diyakini tidak memengaruhi kepemilikan Bumi Mineral di Newmont.
“Kami yakin Newmont masih memiliki kesempatan untuk banding. Proses pencatatan perdana saham Bumi Mineral insya Allah tetap sesuai dengan jadwal yakni pada 9 Desember,” tuturnya semalam.
Semua risiko dan mitigasi penting, lanjutnya, telah diperhitungkan oleh tim konsultan hukum IPO tersebut, dan telah dimasukkan ke dalam prospektus. Perseteruan Pukuafu versus Newmont atas divestasi 30% saham mereka masuk di dalamnya.
Bumi Mineral adalah pemilik 18% saham NNT secara tidak langsung melalui PT Multi Capital (MC), yang memiliki 75% saham di PT Multi Daerah Bersaing (MDB). Saham di MDB semula dimiliki Newmont Indonesia dan Nusa Tenggara Mining Corporation.
“Minat investor yang membeli Bumi Mineral tidak banyak terpengaruh. Kami bahkan membukukan kelebihan permintaan [oversubscribed] lima kali baik dari pemodal domestik maupun pemodal internasional,” ujar Herwin.
Sumber Bisnis di grup Bakrie yang mengetahui persoalan tersebut menilai kemenangan gugataan Pukuafu tersebut patut dipertanyakan, karena mengemuka ketika Bumi Minerals IPO. Padahal, proses divestasi telah berlangsung sejak 2006.
“Perlu diingat juga, kepemilikan Bumi Minerals dan MDB di Newmount itu disahkan Menteri Kehakiman. Kalaupun Pukuafu menang, paling banter risikonya ditanggung Newmont berupa denda, dan bukannya pembatalan kepemilikan saham,” ujarnya.
Proses pembatalan saham grup Bakrie di Newmont hampir muskil dilakukan karena Kementerian Kehakiman tidak mudah membatalkan keputusannya, dan Newmont masih memiliki putusan arbitrase untuk melawan Pukuafu.
Pada kesempatan lain, Executive Director of Investment Bank PT Danatama Makmur Vicky Ganda Saputra menolak berkomentar seputar gugatan Pukuafu terhadap Newmont. Namun dia mempertegas komitmen sebagai penjamin emisi.
“Kami sudah mengantongi pernyataan efektif Bapepam yang valid. Proses ini tidak bisa diubah begitu saja seperti membalik telapak tangan. Minat investor tidak terpengaruh, bahkan investor domestik di pooling kedua sudah menyetor dana,” ujarnya.
Proses korporasi tersebut, lanjutnya, dilakukan setelah berkonsultasi dengan empat konsultan hukum, yang terdiri dari dua konsultan hukum asing dan dua konsultan hukum lokal. Pihaknya pun telah memaparkan semua risiko yang bisa memengaruhi kinerja perseroan.
Menurut catatan Bisnis, Vicky dan mesin penjamin emisinya bukan kali ini saja menghadapi proses IPO yang dibayangi gugatan hukum. Dua tahun lalu, klien mereka yakni PT Adaro Enery Tbk menghadapi gugatan hukum dari grup Beckett.
Proses IPO Adaro terbukti berjalan mulus, meski Pengadilan Banding Singapura memenangkan perusahaan konsorsium Sukanto Tanoto dan Hashim Djojohadikusumo tersebut melawan Deutsche Bank. Mereka hanya mendapat kompensasi, namun sahamnya tidak kembali.
Akankah Vicky berhasil melewati prahara yang mengiringi IPO grup Bakrie kali ini? Masih ada waktu sepekan bagi pelaku publik dan pasar memperbincangkan isu tersebut kali ini.***
4 pendapat:
Post a Comment