Bursa politik terancam gejolak saham?
Jangan mengira krisis finansial meruntuhkan minat penggali-dana partai memasuki pasar modal. Nilai transaksi yang kecil justru bisa memancing selera investasi para pemodal politik.
Bagi pebinis, krisis finansial bukanlah pisau yang memangkas hubungan antara bisnis dan politik. Lihat saja fenomena di Amerika Serikat (AS) ketika perusahaan investasi bangkrut masih menyempatkan diri menyumbang partai.
Menurut paparan Center for Responsive Politics, lembaga riset aliran dana politik di AS, Lehman Brothers Holding dan Merrill Lynch tercatat menjadi dua donor terbesar kampanye presiden AS baru-baru ini.
Hingga Juli, Lehman tercatat menyumbang US$370.524 pada Barrack Obama dan menjadi penyuplai dana terbesar ke-10 bagi kandidat Partai Demokrat tersebut, sedangkan Merrill menyumbang US$298.413 bagi John McCain dari Partai Republik.
Sumbangan Lehman dan Merril tersebut menjadi penanda betapa setianya dunia bisnis menyuapi mesin politik demi memperlancar fungsi kenegaraan, tanpa peduli resesi ekonomi.
Di Indonesia, sumbangan dunia pasar modal terhadap dunia politik juga diperkirakan tidak putus meski bursa Indonesia sepanjang tahun ini terhempas sebesar 51%.
Ada beberapa penjelasan mengapa pencari dana kampanye memilih tetap melantai di bursa. “Salah satunya karena pasar modal adalah satu-satunya fasilitas investasi yang bisa memberi keuntungan besar dalam waktu singkat,” ujar Kepala Riset PT Financorpindo Nusa Edwin Sebayang.
Alternatif pendanaan se-efektif pasar modal hampir muskil tersedia di tempat lain saat ini, apalagi krisis finansial menekan semua sektor perekonomian seperti ritel, perbankan, dan manufaktur.
“Alternatif investasi lain di pasar uang kini tidak seefektif dulu, terutama karena ada peraturan Bank Indonesia (BI) yang memperketat pengawasan transaksi valas,” ujarnya.
Di sisi lain, UU Pemilu melarang BUMN mengucurkan sumbangan untuk kepentingan politik, sehingga mempersulit parpol masuk ke perusahaan pelat merah seperti marak terjadi pada masa transisi 1998.
Lagi-lagi, mereka pun menjatuhkan pilihan menggali dana dari bursa saham, baik dengan bertransaksi biasa layaknya investor ritel, menanam dana ke reksa dana, maupun instrumen investasi yang lebih progresif.
“Tapi, parpol biasanya menggunakan kontrak pengelolaan dana [discretionary fund] yang dikeluarkan manajer investasi tertentu, dengan perjanjian keuntungan sekian persen per bulan,” tutur Edwin.
Saham tambang
Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Haryajid Ramelan menilai saham-saham yang diburu parpol biasanya yang tengah berada pada tren menguat, seperti saham sektor pertambangan.
Bisnis mencatat indeks sektor pertambangan per 29 Juni 2007 berada di level 1.647, naik 125,7% dari posisi setahun sebelumnya yakni 729,6. Kenaikan itu berlanjut setahun kemudian ketika indeks ditutup di level 3.415,9 pada 30 Juni 2008 (naik lagi 107%).
Namun dari Juni hingga Desember alias kurang dari enam bulan, indeks sektor tersebut merosot ke level 825,8 pada 4 Desember, menghapus 368% kenaikan yang ‘ditabung’ dua tahun sebelumnya.
“Koreksi sepanjang tahun ini menekan pemasukan parpol. Saya yakin mereka memangkas dana kampanye, terutama karena krisis juga menyebabkan pendapatan para pengusaha berkurang,” tutur Haryajid.
Investor saham sektor pertambangan dan energi memang paling terpukul mengingat sembilan bulan perdagangan tahun ini telah kehilangan 31% return, jauh melampaui gabungan return semua saham di bursa Indonesia sebesar 26%.
Di tengah penurunan itu, saham PT Bumi Resources Tbk menjadi sorotan. Alasannya, perusahaan swasta eksportir baru bara terbesar di Asia Tenggara ini kapitalisasi pasarnya anjlok terparah dari Rp164 triliun menjadi Rp15,7 triliun.
Saham berkode BUMI ini pun kental ‘beraroma’ politis karena dimiliki Aburizal Bakrie yang notabene tokoh partai Golongan Karya (Golkar), dan anjloknya harga pasar saham tersebut menyeret beberapa tokoh politik.
Salah satu yang santer diberitakan menjadi korban adalah Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir. Bintang iklan ‘hidup adalah perbuatan’ ini sampai sekarang menolak membeberkan kerugian transaksi yang diderita.
“Untung-rugi dari pasar modal itu biasa. Uang bisa didapat dari manapun, tidak hanya bursa. Masih ada sektor perdagangan, perkebunan, dan sektor riil lain,” tuturnya kepada Bisnis, Jumat.
Menurut dia, pasar modal bukan sumber pendanaan partai yang utama di PAN sehingga kejatuhan bursa saham tidak serta-merta mengempiskan sumber pendanaan parpol.
Namun, dia mengakui krisis finansial membuat partainya berbenah mengubah strategi kampanye. Dalam konferensi pers 27 November lalu, Ketua Umum PAN ini menyebutkan rencana memangkas 70% anggaran Pemilu 2009, dan mengurangi alokasi iklan di televisi.
“Hikmahnya, para calon legislatif tidak hanya mengandalkan iklan dalam berkampanye, namun melakukan program kongkrit misalnya bertemu dengan berbagai lapisan masyarakat dan memperkuat visi,” ujar Soetrisno.
Tokoh politik lain yang merugi akibat saham BUMI adalah Sofyan A. Djalil yang menjabat sebagai Menneg BUMN. Sofyan sempat mengaku memiliki sejuta unit saham BUMI, dan memilih berinvestasi jangka panjang meski sempat merugi Rp3 miliar.
Tidak surut
Namun, ‘tragedi’ saham BUMI ini diperkirakan tidak membuat tokoh politik trauma mengail dana dari bursa saham. Sesuai dengan prinsip zero sum game, kerugian di satu pihak akan berpindah tangan ke pihak lain sebagai keuntungan.
Para tokoh partai, ujar Edwin, tidak mungkin meninggalkan jasa MI dalam memutar uangnya di pasar modal. “Para fund manager inilah yang membuat bursa saham tetap hidup dan membagi keuntungan bagi para pencari dana kampanye,” paparnya.
Menurut dia, kecilnya nilai transaksi dari Rp4 triliun per hari menjadi sekitar Rp1 triliun justru memberi kesempatan lebih besar bagi para broker untuk menggerakkan harga saham dan mengail laba transaksi harian.
“Suka tidak suka, pasar modal tetap menjadi pilihan menggali dana bagi siapapun, termasuk parpol. Asalkan, mereka menyadari benar posisinya sebagai investor yang juga bisa terkena kerugian,” ungkapnya.***
0 pendapat:
Post a Comment