Friday, July 29, 2005

detik terakhir

“Darahnya mana?” tanya dokter.
Bibirku kelu, “kosong,”
“Ada yang mau donor?”
“Ya, temen-temen sudah saya minta ke sini?”

Bola mata Ibu bergerak, seperti bayi yang baru terlahir dan heran mendapati dunia di sekelilingnya. Para suster bergerak panik menekan infus dengan kedua tangan mereka, suster di sebelahku berkonsentrasi penuh dengan steteskopnya. Aku tepat di sampingnya, terabaikan..

Kakakku yang pertama belum juga datang.

Nafasnya tersengal. Aku masih memegang erat tangan kirinya. Tangan itu pucat. Terbayang ucapannya padaku, “Bu’e ikhlasna yo, Le?”

Aku terus tersenyum. “Aku ikhlas, Ibu.” batinku “Tapi bertahanlah! Tunjukkan pada dunia keparat ini bahwa kau adalah wanita kuat seperti yang kami lihat di tiap detik hidup kami!”

Aku masih berusaha tersenyum. Tapi kini terasa getir. Mataku pun makin terasa berat. Aku tidak kuat lagi...

Lalu kakak pertamaku datang. Ia merangkul kaki ibu, terisak di atasnya.

Seketika teringat semua detil hidupku bersamanya. Hidup yang penuh dengan perjuangan. Canda tawa kami semua mengada di atas keihlasannya, kesendiriannya, dan ketabahannya, yang ia pendam sendiri dalam diam dan do’a.

Mata kananku melelehkan air mata. Tapi mata kiriku masih bisa kutahan.

Beberapa menit kemudian, nafas itu melemah. Mata itu pun berhenti mengerjap. Dokter yang sedari tadi turut menitikan air mata menempelkan tangannya ke leher ibu.

Ia menggeleng pelan, menatap kami.

...


(Kepergian ibuku membawa semuanya; masa lalu, kampung halaman, rumah kecil yang hangat, tetangga yang menyenangkan, udara penuh azan, dan masa depanku. Kini, aku tidak menginginkan apapun di dunia ini. Aku hanya ingin segera menjemput Ibuku, setelah menunjukkan pada dunia keparat ini bahwa aku adalah bintang jatuh, yang dibesarkan oleh setangkai lilin putih.)

Anonymous said...
ohhooi..... bos!!!
piye kabare.......

blognya kok desainnya itu2 aja sih.....
ganti doong....


ini aye , toni. si gondrong bau ada di deketku nih, handoko hahahaha
turabul-aqdam said...
:)

i'm fine, bro! aku baek aja. rada stress sih, but i enjoy it.

it's the other side of the world.
udin said...
aku merasa bersalah sekali. pagi itu tak langsung datang ke rumah sakit saat almarhumah memerlukan darah.aku minta maaf, maaaaafff, tak segera memenuhi panggilanmu. Met lebaran, minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan bathin.
turabul-aqdam said...
iya, ga pa-pa. aku jadi inget film the crow edisi serial. meski kita bisa mengulang masa lalu, tapi sesuatu yang sudah tergariskan pasti terjadi. it is called F-A-T-E.
Anonymous said...
hei, you are not alone, bagikupun sama pahitnya, sampai kinipun kadang hari kelabu itu masih terbayang dikepalaku seperti slide show yang diputar kembali.rasanya hati ini jadi mati rasa, tak ada lagi tawa sebahagia dulu, tak ada lagi cerita selucu dahulu, semuanya terasa hambar, seperti sebuah cerita yang diputus dengan tiba - tiba, kadang juga aku bertanya- tanya apalagi tujuan hidup ku kini??? satu hal yang membuatku bertahan hanyalah semangat hidupnya yang tak pantang menyerah, dan aku yakin dia ingin kita terus berjalan dengan nilai - nilai yang diajarkannya, dan kita tak akan berhenti membuatnya bangga, karena dia tetap selalu ada di hati kita!!!! sak911j
turabul-aqdam said...
i know. it's the hardest day, especially for Indah.

ketika aku kangen ama ibu, aku nyanyi lagu "to where u are"nya Josh gorban.

terus entah kenapa, ibu menyahut!

aku merekamnya. kapan-kapan kukirim, sekarang masih kusimpen di laptop.
Subscribe to: Post Comments (Atom)