bintang jatuh
Suatu pagi yang cerah di sebuah kota kecil di Amerika. Di Amphiteater Sekolah Menengah, tempat para siswa mementaskan drama, puluhan orang berkumpul. Wajah mereka berseri-seri, terutama yang berpakaian jubah hitam. Hari itu adalah upacara wisuda.
Di antara kerumunan, sesosok pria berjalan terseok-seok. Rambutnya memutih, wajahnya keriput. Sekilas, ia tampak berumur enam puluh tahun. Tapi sebenarnya ia baru berumur dua puluh tahun.
Remaja tua itu bernama Jack. Ia mengalami sebuah penyakit aneh yang konon menimpa 1 dari 10.000.000 orang di dunia. Jam biologisnya berdetak tiga kali lebih cepat.
Artinya, tubuhnya menua tiga kali lebih cepat. Saat berumur lima tahun, dengan otak dan mental sebagai balita, penampilan fisiknya menyerupai “remaja” berumur 15 tahun.
Di tengah-tengah acara wisuda, nama Jack dipanggil. Ia adalah wisudawan terbaik. Ia tertatih ketika mencapai bibir panggung. Sebagian guru di atas panggung bangkit dari kursinya, entah bermaksud menolong atau memberi penghormatan.
Di atas podium, ia diam beberapa detik.
“Woww…” ucapnya.
Lalu sebuah senyum mengembang. Senyum khas seorang Jack.
“Aku tak pernah berpikir bisa berada di tempat ini. Dokter bilang aku tak akan punya cukup umur untuk diwisuda. But I beat those doctors.”
Ia diam sebentar.
“Setelah ini, bisakah kita mencapai impian-impian kita?”
Jack menyebut nama temannya satu-persatu, lengkap dengan impian-impian mereka.
“Aku tak tahu. Tapi, hey…lihat aku…I made it. Aku dulu juga dihantui pertanyaan seperti itu, tentang sebuah impian yang…mungkin bagi kalian sederhana, ‘akankah aku masih hidup besok, dan diwisuda?’
Ia kembali diam.
“Hidup ini memang singkat kawan. Terutama bagiku. Tapi kalian tak perlu khawatir, kalian masih ada puluhan tahun untuk hidup, setidaknya… jika tak mati konyol.”
Sebagian pengunjung tersenyum.
“Suatu saat jika kalian tengah risau dan putus asa mencapai impian kalian, lihatlah langit dan temukan bintang jatuh. Bintang jatuh, meski hanya sekejap muncul, tapi ia terlihat sangat indah. Begitu indahnya, hingga bintang lain terpaku menatapnya takjub. Dan saat itu terjadi, ingatlah aku.”
Kedua orang tuanya, yang fisiknya jauh lebih muda dari Jack, terisak. Beberapa temannya berkaca-kaca. Sedetik kemudian tepuk tangan membahana. Mereka mengelu-elukan nama Jack.
Kisah itu nyata, diangkat menjadi sebuah film berjudul Jack, dibintangi Robbin Williams dan Jennifer Lopez. Semula ketika baru bisa menghitung, sang remaja Jack menemukan kenyataan bahwa ia tak akan bisa berumur sepanjang kawan-kawannya.
Saat itulah ia mengalami depresi. Ia lalu ke bar, bersikap layaknya pria dewasa, mabuk, berkelahi, dan akhirnya dipenjara. Tapi ia tak bisa menipu diri. Di penjara ia menangis, rindu pada ibunya yang hampir tak pernah absen membacakan dongeng sebelum tidur.
Jack, akhirnya dibebaskan karena belum berumur 17 tahun (belum cukup umur untuk dipenjara). Meski demikian, ia berubah, menutup diri, diam di kamar, dan mengutuk nasib. Tak ada lagi semangat untuk hidup di hatinya, hingga datang salah seorang gurunya.
“Be a shooting star, Jack! Cause you are special. You are not an ordinary star.”
Sejak itu, Jack memutuskan menerima takdirnya dan berjuang mencapai impiannya. Ia harus hidup secara indah. Dengan begitu, meski kehadirannya sekejap, ada yang mengenangnya.
September, 2002
(film yang kutonton ketika aku tengah kebingungan menentukan orientasi hidupku. Thanks, Jack.)
3 pendapat:
Nice content. Tapi pertahankan misterimu ya, hehe..
buat gilang, thanks! hijau bukan karena hmi. tapi karena asyik aja. tau nggak, saking misteriusnya diriku, sampe aku baru tau kalo aku ni misterius. aku ga pernah bisa mendifinisikan aku ni sebenarnya apa? hehe.. ngeri ya!
satu lagi, sodara-sodara, itu bukan cerpen, tapi kisah nyata! duh.
Post a Comment